KISAH AGAMA AHMADIYAH (6/8)
Kedua, Kitab "AL-QUR'AN DENGAN TERJEMAHAN DAN TAFSIR SINGKAT" editor: Malik Ghulam Farid, alih bahasa: Dewan Naskah Jemaat Ahmadiyah Indonesia, dengan restu Hadhrat Mirza Tahir Ahmad KHALIFATUL MASIH IV, edisi kedua, diterbitkan oleh JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA 1987.
Sejumlah hal bias disorot dengan tajam dalam Kitab tafsir versi Ahmadiyah tersebut: seperti mukjizat para nabi, kemungkinan adanya rasul baru pasca Muhammad saw, dan nubuatan atau kasyaf dari Al-Qur'an sebagai pembenaran doktrin Ahmadiyah.
Misalnya, penggunaan ayat 35 surah Al-A'raf yang selalu dijadikan preferensi bagi Ahmadiyah untuk menjustifikasi kenabian MGA. Menurut mereka, ayat ini menyatakan kemungkinan pengutusan rasul-rasul setelah Nabi Muhammad saw. Khitab ayat ini memang ditujukan kepada umat Rasulullah saw, bukannya umat-umat terdahulu, sehingga dimungkinkan datangnya rasul-rasul baru Nabi Muhammad saw. (lihat hlm.571 'Tafsir Ahmadiyah').
Takwil ini tertolak dengan dalil dan madlul ayat 40 surah al-Ahzab. Juga, seluruh ulama tafsir sepakat bahwa khitab ayat ini ditujukan untuk umat-umat terdahulu yang kepada mereka telah diutus masing-masing rasul sesuai waktu dan tempatnya. Ini telah dipaparkan oleh pakar tafsir terkemuka al-Razi, al-Alusi, dan al-Thahir ibn 'Asyur.
Soal pekabaran dan nubuatan dalam Al-Qur'an yang jelas-jelas merujuk kepada Nabi Muhammad saw sebagai nabi terakhir, pun tak luput dari penodaan Ahmadiyah. Nubuatan itu misalnya termaktub dalam Q.s al-Jumu'ah: 3 dan as-Shoff: 6. Mengomentari ayat al-Jumu'ah ditulis: "Jadi, Al-Qur'an dan hadis kedua-duanya sepakat bahwa ayat ini menunjuk kepada kedatangan kedua kali Rasulullah saw dalam wujud Hadhrat Masih Mau'ud as, MGA." (hlm. 1919-1920).
Padahal, ayat ini berbicara tentang universalitas Islam yang akan dipeluk oleh manusia dari berbagai macam suku bangsa dan ras. Jadi, tak ada sangkut pautnya dengan pembenaran atas MGA sebagai rasul dan al-Masih al-Mau'ud, hanya karena kebetulan ia juga keturunan Persia. Hadis Bukhari yang menjadi sebab turunnya ayat itu juga tidak secara diskriminatif hendak membatasi kemuliaan Islam pada orang-orang keturunan Persia saja seperti Salman al-Farisi.
Banyak pula sahabat Rasulullah saw yang berjuang untuk Islam berasal dari suku bangsa dan ras yang berbeda-beda.Sama halnya dengan takwil ayat as-Shaff (hlm. 1914). Dakwaan Ahmadiyah hanyalah sebatas pendomplengan dan pencatutan nama, atau lebih tepatnya kemiripan nama si pendusta dengan nama Rasulullah Muhammad SAW. Apalagi pemanggilan si pendusta dengan nama Ahmad itu pun dikarang olehnya dalam wahyu ilusif yang terangkum dalam Barahin Ahmadiyah.
Kesimpulannya, dilihat dari 2 sumber doktrin Ahmadiyah baik kitab Tazkirah maupun Al-Qur'an yang ditakwil sesuai versinya, keduanya telah menunjukkan dengan telanjang kebusukan misi mereka untuk melakukan langkah subversif; mendirikan Negara asing 'Ahmadiyah' dalam Negara yang sah 'Islam' dengan pelbagai cara.
Comments
Post a Comment