KISAH AGAMA AHMADIYAH (5/8)


KONSEP WAHYU AHMADIYAH


Jika kita membedah konsep wahyu dalam ruang lingkup  Aliran Ahmadiyah, maka tersedia dua sumber epistemologi mereka yaitu: Kitab TAZKIRAH dan Al-Qur'an yang telah ditakwilkan oleh kelompok ini.  Kita tinjau dua sumber  aliran


Pertama, Kitab Tazkirah adalah kitab suci aliran ini,  namun jarang diangkat atau  digunakan untuk pengikutnya yang awam. Kitab ini memuat 'wahyu-wahyu' atau ilham dari Allah kepada Mirza Ghulam Ahmad (MGA). Selain dalam Tazkirah, kumpulan 'wahyu' versi Ahmadiyah juga ada dalam kitab yang ditulis MGA sendiri, yaitu Barahin Ahmadiyah.


Ciri-ciri Tazkirah secara umum yaitu: 1) Tazkirah tidak terbagi dalam surat-surat, tetapi sekaligus satu surat. 2) Tidak ada juga pembagian ayat demi ayat yang jelas. 3) Tidak semua wahyu itu dalam bahasa Arab, tetapi sebagian kalimat masih ada yang berbahasa Urdu. 4) Apa yang diklaim sebagai wahyu itu  diawali dengan mimpi bertemu dengan nabi Muhammad saw, baru kemudian wahyu turun. 5) Disusunnya bukan berdasarkan urutan wahyu yang diklaim, sebab wahyu yang pertama turun adalah Was-samaa'i wat-Thaariq lalu AlaisaLlahu bi kaafin 'abdah. 6) Dan ayat yang diklaim sebagai ayat pertama dan kedua tadi, justru lupa dimasukkan dalam kumpulan wahyu ini.


Bagi umat Islam yang sudah terbiasa membaca Al-Qurân apalagi mengerti artinya, akan dengan mudah memahami bahwa Tazkirah adalah bajakan Al-Qurân.

Tentu saja kelompok Ahmadiyah membantahnya. Sebab mereka dapat saja mengelak dan mengatakan bahwa di dalam Al-Qurân pun terdapat beberapa ayat serta cerita yang sama dengan kitab suci yang sebelumnya. Namun bantahan tersebut tidak benar,  disebabkan hal-hal berikut:

  1. Allah tidak menurunkan wahyu kepada seorang Rasul kecuali dengan bahasa kaumnya. (QS Ibrahim: 4) Karena itulah Al-Qurân diturunkan dalam bahasa Arab, Injil dalam bahasa Suryani, dan Taurat dalam bahasa Ibrani. Kalaulah wahyu turun kepada Mirza yang orang Pakistan-India dan berbahasa Urdu, maka kenapa wahyunya berbahasa Arab?
  2. Bagi mereka wajar kalau di Tazkirah pun terdapat kosakata Arab, sebab di dalam Al-Qurân juga terdapat beberapa kata non-Arab. Faktanya bahwa Al-Qur'an juga mengandung kosakata non-Arab, meski itu ditentang oleh banyak ulama, akan tetapi itu hanya kata, bukan dalam bentuk kalimat. Sedangkan yang terjadi di dalam Tazkirah adalah bentuk kalimat Arab yang sama persis dengan Al-Qurân, hanya dipotong dan disambung dengan ayat lain sesuai dengan kebutuhan.
  3. Jika Al-Qurân adalah mukjizat, lalu jin dan manusia ditantang untuk membuat yang sama dengan Al-Qurân, ternyata tidak ada yang mampu, maka seharusnya Tazkirah (yang katanya wahyu) juga sama seperti Al-Qurân, semua orang ditantang untuk membuat yang seperti itu. Namun tantangan ini akan sangat janggal untuk Tazkirah. Sebab,  bagaimana akan menantang jika Tazkirah itu tak lebih dari sekedar daur ulang Al-Qurân?
  4. Setiap ayat Al-Qurân mempunyai nilai susastera yang luar biasa indahnya. Adakah itu dalam Tazkirah? Kalau ada, hal itu karena bajakan dari Al-Qurân. Hasil bajakan itu sangat buruk, sebab ayat-ayat Al-Qurânnya banyak diubah, bukan hanya dipindah Bandingkan denganAl-Qurân yang sedemikian indah dan tinggi balaghahnya. Bukankah aneh,  Allah menurunkan wahyu dengan bahasa yang semakin jelek, tidak tersusun, tidak teratur?  Jelas, hal semacam ini adalah suatu kebohongan  (bersambung 6/8)

--

Comments

Popular posts from this blog

Mengenai Masjid Al Mukarramah

Ucapan Lemah Lembut pada Orang Tua

Malu Pada Subuh Mereka