KISAH AGAMA AHMADIYAH (4/8)



Contoh, kelompok Syiah fanatik (râfidhah) menafsirkan QS. Al-Masad/111 : 1, tabbat yadâ abî lahab (celakalah kedua tangan Abu lahab), bahwa 'kedua tangan' dimaksud adalah Abu Bakar dan Umar. Penafsiran ini lahir karena mereka sangat membenci Abu Bakar dan Umar yang dianggap telah 'merampas' hak kepemimpinan Imam Ali. Kata baqarah (sapi) yang diperintahkan untuk disembelih oleh bani Israil pada QS. Al-Baqarah/2: 67 adalah berarti Aisyah. Demikian fanatisme mereka yang berlebihan terhadap Imam Ali dan keluarganya, serta kebencian mereka terhadap lawan-lawan politik mereka (para sahabat) mempengaruhi penafsiran yang mereka lakukan. Padahal tidak sedikit pun ayat-ayat tersebut mengarah pada konsep yang hendak mereka bangun.

Pola penafsiran seperti ini banyak ditemukan dalam tafsir Ahmadiyah. Berangkat dari keyakinan bahwa pemimpin dan pendiri Jemaat Ahmadiah, Mirza Ghulam Ahmad (MGA), sebagai seorang nabi, sekian banyak ayat ditafsirkan untuk mendukung pandangan tersebut. Jadi persoalannya bukan sekadar beda penafsiran, tetapi yang mereka lakukan adalah menjadikan ayat-ayat Al-Qur`an sebagai pembenaran atas klaim kenabian MGA.

Perhatikan misalnya ketika MGA, seperti dikemukakan dalam tafsir Ahmadiyah, mengklaim dirinya telah mendapat jaminan surga berdasarkan firman Allah QS. Yâsîn/36:  20 dan 26, sebab hanya dialah, bukan lainnya, yang mendapat perintah masuk surga, sehingga dia membangun pekuburan surgawi (bahisyti maqbarah) di Qadian yang dikhususkan bagi para Ahmadi (sebutan bagi pengikut Ahmadiyah).

Demikian juga ketika MGA menyatakan bahwa QS. Al-Qiyâmah/75 : 9 sebagai isyarat kebenaran pengakuannya sebagai Masih Mau`ud (Al-Masih yang dijanjikan turun di akhir zaman) dan Imam Mahdi, sebab ketika itu matahari dan bulan kedua-duanya mengalami gerhana. Padahal ayat tersebut tidak sedang berbicara dalam konteks gerhana, apalagi yang terjadi ratusan tahun kemudian saat MGA mendeklarasikan pengakuannya, tetapi menggambarkan keadaan saat kiamat terjadi (seperti nama surah tersebut) yaitu ketika matahari dan bulan dikumpulkan sehingga hancur berantakan.

Selain itu, dalam tafsir tersebut sosok MGA digambarkan sebagai Rasulullah, wakil agung Rasulullah, Masih Maw`ud sekaligus Imam Mahdi, rekan sejawat dan misal Nabi Isa as. Dalam buku yang saya tulis, Menggugat Ahmadiyah; Mengungkap Ayat-Ayat Kontroversial dalam Tafsir Ahmadiyah, terbitan Pusat Studi Al-Qur`an (PSQ) dan Lentera Hati, (2011), saya  mengungkap tidak kurang dari 50 ayat dalam Al-Qur`an digunakan untuk membenarkan pemahaman mereka yang menyimpang.

Kekeliruan penafsiran demikian bukan hanya terletak pada konsep atau makna yang akan dibangun, yaitu klaim kenabian MGA yang bertentangan dengan pokok ajaran Islam yang sudah pasti (al-ma`lûm min al-dîn bi al-dharûrah) bahwa tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad saw, tetapi juga pada dalil atau argumen yang melandasinya, sebab secara bahasa tidak mengarah ke situ.

Secara tidak langsung, Ahmadiyah telah 'membonceng', bahkan 'memerkosa' (memaksakan) ayat-ayat Al-Qur`an untuk membenarkan pandangan yang mereka miliki sebelumnya (pra-konsepsi), yaitu MGA sebagai nabi. 

Dari sini maka sangat beralasan, kalau kemudian banyak lembaga fatwa seperti MUI (1980 dan 2005), Majma` al-Fiqh al-Islamiy di bawah Rabithah al-Âlam al-Islâmiy dan lembaga yang sama di bawah Organisasi Konferensi Islam menyatakan kelompok ini sebagai kelompok sesat, bahkan dinyatakan keluar dari Islam. Wallahua`lam. 

(bersambung 5/8)


Comments

Popular posts from this blog

Mengenai Masjid Al Mukarramah

Ucapan Lemah Lembut pada Orang Tua

Malu Pada Subuh Mereka