Lanjutan dari yang sebelumnya (Rumah Tangga Islami) yang diambil dari buku Pernak-Pernik Rumah Tangga Islami, Cahyadi Takariawan.
Konsekuensi- Konsekuensi Rumah Tangga Islami
1. Didirikan di atas landasan ibadah
Rumah tangga islami harus didirkan dalam rangka beribadah kepada Allah semata. Artinya, sejak proses memilih jodoh, landasannya haruslah benar. Memilih pasangan hidup haruslah karena kebaikan agamanya, bukan sekedar karena kecantikan, harta, maupun keturunannya. Prosesi pernikahannya pun sejak akad nikah hingga walimah tetap dalam rangka ibadah, dan jauh dari kemaksiatan. Sampai akhirnya, mereka menempuh bahtera kehidupan dalam suasana ta'abudiyah (peribadahan) yang jauh dari dominasi hawa nafsu."Dan Aku tidak menciptkan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku" (Adz-Dzariyat:56). Ketundukan sejak langkah-langkah awal mendirikan rumah tangga setidaknya menjadi pemacu untuk tetap tunduk dalam langkah-langkah selanjutnya.Ketundukan sejak langkah-langkah awal mendirikan rumah tangga setidaknya menjadi pemacu untuk tetap tunduk dalam langkah-langkah selanjutnya. Kelak, jika terjadi permasalahan dalam rumah tangga, mereka akan mudah menyelesaikan, karena semua telah tunduk kepada peraturan Allah dan Rasul-Nya.
2. Terjadi internalisasi nilai-nilai Islam secara kaffah
Internalisasi nilai-nilai Islam secara kaffah (menyeluruh) harus terjadi dalam diri setiap anggota keluarga, sehingga mereka senantiasa komit terhadap adab-adab islami. Di sinilah peran keluarga sebagai benteng terkuat dan filter terbaik di era globalisasi yang mau tak mau harus dihadapi kaum muslimin.Untuk itu, rumah tangga islami dituntut untuk menyediakan sarana-sarana tarbiyah islamiyah yang memadai, agar proses belajar, menyerap nilai dan ilmu, sampai ahirnya aplikasi dalam kehidupan sehari-sehari bisa diwujudkan. Internalisasi nilai-nilai Islam ini harus berjalan ecara terus-menerus, bertahap dan berkesinambungan. Tanpa hal ini, adab-adab Islam tak akan ditegakkan.
3. Terdapat Qudwah yang nyata
Diperlukan qudwah (keteladanan) yang nyata dari sekumpulan adab Islam yang hendak diterapkan. Orang tua memiliki posisi dan peran yang sangat penting dalam hal ini. Sebelum memerintahkan kebaikan atau melarang kemungkaran kepada anggota keluarga yang lain, pertama kali orang tua memberikan keteladanan.Keteladanan semacam ini amat diperlukan, sebab proses interaksi anak-anak dengan orang tuanya dalam keluarga amat dekat. Anak-anak akan langsung mengetahui kondisi ideal yang diharapkan. Di sisi lain, pada saat anak-anak masih belum dewasa, proses penyerapan nilai lebih tertekankan pada apa yang mereka lihat dan dengar dalam kehidupan sehari-hari.
4. Penempatan posisi masing-masing anggota keluarga harus sesuai dengan syari'at
Islam telah memberikan hak dan kewajiban bagi masing-masing anggota keluarga secara tepat dan manusiawi. Apabila hal ini ditepati, akan mengantarkan mereka pada kebaikan dunia dan akhirat."Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikarunikan Allah kepada sebagian kamu, lebih banyak dari yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah Allah sebagian dari karunia-Nya. (An-Nisa':32). Masih banyak keluarga muslim yang belum bisa berbuat sesuai dengan tuntutan Islam. Betapa sering kita degar keluhan keguncangan di sebuah rumah tangga muslim bermula dari tak terpenuhinya hak dak kewajiban masing-masing. Suami hanya menuntut haknya dari istri dan anak-anak tanpa mau memenuhi kewajibannya. Demikian juga dengan istri. Maka bisa diduga, yang terjadi kemudian adalah ketidakharmonisan suasana.
5. Terbiasa tolong menolong dalam menegakkan adab-adab Islam
Berkhidmat dalam kebaikan tidaklah mudah, amat banyak gangguan dan godaannya. Jika semua anggota keluarga telah bisa menempatkan diri secara tepat, maka ta'awun (tolong-menolong) dalam kebaikan ini akan lebih mungkin terjadi. Bisa dibayangkan, betapa sulitnya membentuk suasana islami apabila suasana kerjasama ini tak terwujud. Salah seorang memiliki kesenangan menonton televisi, hingga semua acara dilihatnya. Seorang lagi hobi main musik di rumah. Yang lain lagi lebih banyak keluyuran dan begadang hingga larut malam. Tak ada suasana tausiyah (saling menasehati) di antara mereka. Lalu bagaimana mereka bisa merasa sbagai sebuah keluarga muslim?
6. Rumah harus kondusif bagi terlaksananya peraturan Islam
Rumah tangga islami adalah rumah yang secara fisik kondusif bagi terlaksananya peraturan Islam. Adab-adab islam dalam kehidupan rumah tangga akan sulit diaplikasikan jika struktur bangunan rumah yang dimiliki tida mendukung. Di sisi inilah pembahasan tentang rumah tangga islami banyak dilupakan. Dalam budaya masyarakat daerah tertentu lantaran permasalahan ekonom, rumah mereka hanyalah bangunan segi empat tanpa sekat ruang di dalamnya. Ruang tidur tak bersekat dengan ruang tamu, dapur, bahkan di desa-desa terpencil dengan kandang sapi. Tempat tidur mereka hanya berupa ranjang bambu yang panjang dan luas. Mereka sekeluarga tidur berjajar di atasnya. Tidak ada tempat tidur khusus bagi kedua orang tua yang terpisah dari anak-anak dan ruang tamu. Tidak ada ruang khusus bagi anak-anak perempuan yang terpisah dengan anak-anak laki-laki. Berbagai penyakit ruhani akan mudah didapatkan dalam kondisi semacam itu. Kenyataan lain dalam masyarakat modern sekarang, problem perumahan merupakan suatu hal yang mendesak bagi tiap keluarga. Selain harga tanah yang terus-menerus bertambah tinggi dari waktu ke waktu, juga kemampuan ekonomi bagi kalangan menengah ke bawah yang makin tak bisa menjangkau harga perumahan yang bisa dianggap layak huni. Akibatnya, berbagai kompleks perumahan sederhana, rumah susun bahkan umah sangat sederhana, dibangun untuk membantu mengatasi problem itu. Ruang-ruang yang amat terbatas dan sempit serta jarak antar rumah yang hanya berbatas satu tembok merupakan pemandagan yang sudah dianggap biasa. Berbagai penyakit sosial merupakan ancaman serius dalam kompleks semacam itu.
7. Tercukupinya kebutuhan materi secara wajar
Demi wujudkan kebaikan dalam rumah tangga islami itu, tak lepas dari faktor biaya. Memang, materi bukanlah segala-galanya. Ia bukan pula merupakan tujuan dalam kehidupan rumah tangga tersebut. Akan tetapi, tanpa materi banyak hal yang tak bisa didapatkan."Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagaimana bagianmu dari (kenikmatan) duniawi." (Al Qashash:77). Tindak lanjut dari konsekuensi keenam di atas dengann amat jelas menggambarkan betapa keluarga muslim dituntut memiliki materi yang cukup. Rumah yang luas dan kondusif pun juga dibutuhkan bagi upaya terbentuknya suasana islami, walau bukan berarti rumah mewah yang lengkap dengan sarana-sarana kemewahan. Akan tetapi, melihat harga tanah maupun bahan bagunan saat ini yang cenderung menaik, mau tak mau harus tersedia materi yang cukup untuk kebutuhan tersebut. Bukan hanya itu, bahkan untuk sarana berlangsungnya tarbiyah islamiyah dalam keluarga pun membutuhkan sejumlah materi. Membuat perpustakaan kecil di rumah atau menghadiri sarana-sarana bermain islami yang mencerdaskan anak juga memerlukan biaya. Belum lagi untuk pendidikan yang bermutu. Semua tak bisa dilepaskan dari faktor meteri.
8. Menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan semangat Islam
Menyingkirkan dan menjauhkan berbagai hal di dalam rumah tangga yang tak sesuai dengan semangat keislaman harus dilakukan. Pada kasus-kasus tertentu yang dapat ditolerir, benda-benda, hiasan dan peralatan harus dibuang atau dibatasi pemanfaatannya.Ada keluarga muslim yang dengan sengaja masih menyimpan dan menghormati benda-benda keramat yag dipercaya bisa mendekatkan diri kepada Allah atau dipercaya bisa memberi kemanfaatan atau menolak kemundharatan. Berbagai macam bentuk benda keramat itu akan menjauhkan dari keridhaan Allah dan bertentangan dengan semangat Islam. Oleh karenanya, hal itu perlu dihindarkan dan dibyang jauh-jauh. Ada pula keluarga muslim yang memiliki peralatan elektronik seperti radio,tape recorder, televisi lengkap dengan antena parabola, video game, laserdisc, bahkan komputer lengkap dengan jaringan internet. Berbagai peralatan tersebut jelas memiliki manfaat bagi pemiliknya, namun di sisi yang lain ada bahaya yang senantiasa siap mengancam mereka. Keluarga harus memiliki pembatasan yang jelas dan tegas dalam pemanfaatannya."Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri dan keluarga kalian dari api eraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (At-Tahrim:6)
9. Berperan dalam pembinaan masyarakat
Diperlukan sebuah upaya ishlahul mujtama'(pembinaan masyarakat) di sekitarnya menuju pemahaman yang benar tentang nilai-nilai Islam yang shahih, untuk kemudian berusaha bersama-sama membina diri dan keluarga sesuai dengan arahan Islam. Di sini, rumah tangga islami harus memberikan kontribusi yang cukup bagi kebaikan masyarakat sekitarnya."Serulah (manusia) ke jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula." (An nahl:125)
Dalam era globalisasi informasi saat ini kita tak mungkin bisa hidup sendirian terpisah dari masyarakat. Betapa pun taatnya keluarga kita terhadap norma-norma ilahiyah, apabila lingkungan sekitar tidak mendukung, pelarutan-pelarutan nilai akan mudah terjadi, lebih-lebih pada anak-anak.
10. Terbentengi dari pengaruh lingkungan yang buruk
Dalam kondisi keluarga islami yang tidak mampu memberikan nilai kebaikan bagi masyarakat sekitar yang terlampau parah kerusakannya, maka harus dilakukan upaya-upaya serius untuk paling tidak membentengi anggota keluarga. Harus ada mekanisme penyelamatan internal, agar tak larut dan hanyut dalan suasana jahili masyarakat di sekitarnya.
Demikian beberapa konsekuensi dasar dari sebuah rumah tangga islami. Apabila kesepuluh terdapat dalam suatu rumah tangga, tentu dari sana akan senantiasa memancar cahaya islam ke lingkungan sekitarnya.
"Pernak Pernik Rumah Tangga Islami" Cahyadi Takariawan
Comments
Post a Comment