Menghitung Pahala Qurban
Oleh : Tengku Imam Kobul Moh. Yahya S., ST
"Pada tiap-tiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan" hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Majah
Peristiwa Qurban pertama kalinya diperintahkan oleh Allah SWT terhadap nabi Ibrahim AS untuk menyembelih anak semata wayangnya Ismail. Atas perintah Allah tersebut, rasul Allah yang taat itu pun memanggil anaknya—dan menceritakan keinginannya atas perintah Allah.
Sang anak yang oleh umat Islam kemudian juga disebut sebagai Nabiullah Ismail AS, ternyata setuju dengan keinginan Allah. Karena ketulusan hati sang ayah dan anak, Allah SWT menggantikan kegiatan Qurban itu dengan kambing gubas. Dari sini kemudian lahirlah perintah Allah untuk berqurban.
Qurban berasal dari kata 'qaruba', 'yaqrubu', dan 'Qurbaanan' yang artinya dekat-mendekati. Dari segi istilah berarti, Menyembelih qurban baik binatang unta, sapi, kambing, biri-biri, domba dan sebagainya tentunya yang dihalalkan oleh syariat Islam yang menjadi ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Kegiatan berqurban dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah dan hari Tasyrik, 11, 12, 13 Dzulhijjah. Hampir seluruh ulama bersepakat bahwa berqurban disyariatkan dalam Islam sebagai sunnah Nabi Muhammad SAW.
Firman Allah, "Sesungguhnya kami memberikan karunia kepadamu (wahai Muhammad) kebaikan yang banyak. Dari itu, kerjakanlah sholat karena Tuhan-mu semata-mata dan sembelihlah qurbanmu, (QS Al-Kausar : 1-2).
Tidak semua umat Islam disunnahkan untuk berqurban. Sebab, berqurban juga mempunyai syarat. Syarat muslim yang berqurban adalah :
- orang muslim yang merdeka,
- cukup umur dan berakal,
- memiliki uang atau harta yang lebih untuk biaya diri sendiri serta orang yang menjadi tanggungannya.
Jika syarat itu tidak dapat dipenuhi oleh seseorang, maka berqurban tidak disunnahkan kepada orang tersebut. Dari sekian penjelasan, jelaslah hikmah qurban itu memiliki cukup arti baik dalam hal ibadah maupun tingkat social yang sangat tinggi.
Untuk itu Allah mensyaratkan ibadah itu agar dilaksanakan bagi yang sudah mampu. Selain mendapatkan pahala yang sangat tinggi, hingga kita menghitungnya dengan seluruh bulu binatang yang kita sembelih, Rasulullah, kemudian mengingatkan kita dalam haditsnya, "Barang siapa yang memiliki kemampuan, tetapi dia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami, (hadis riwayat Abu Hurairah).
Sebagai sifat sosial yang tinggi, karena daging sembelihan akan diberikan kepada orang miskin, sebab hari raya Idul Adha merupakan hari raya yang memiliki dimensi sosial kemasyarakatan yang paling dalam. Untuk itu Rasulullah memberi isyarat kepada kita dalam haditsnya, "Perbesarlah hewan qurbanmu, karena hewan qurban tadi akan menjadi tungganganmu di atas Siratal Al-Mustaqim nanti.
Begitu besarnya arti qurban itu baik bagi yang melaksanakan maupun si penerima daging. Yang istimewa di dalam Al-Qur'an qurban tidak hanya kan dibagikan kepada para mustahik—tetapi dapat juga dinikmati oleh yang bersangkutan.
"Makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang minta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu. Mudah-mudahan kamu bersyukur, (QS 22:36).
Dari sekian ayat dan hadits yang menyatakan kebaikan qurban, maka hitunglah kembali pahala qurban itu. Dengan segalah kerendahan hati, dibalik kenyataan tingkat kemiskinan rakyat Indonesia yang masih tinggi—qurban salah satu cara pendekat dan kegiatan amaliah sosial untuk membimbing kita dalam persaudaraan sesama.
diedit dari : komunitaspers
Comments
Post a Comment